Sejarah Dojo Dragon Fire
Pada era tahun 1996-1997 terjadi penurunan jumlah mahasiswa yang mengikuti ektra kurikuler Ju-jitsu di Universitas 45 Surabaya, sehingga mendorong Dino Rimantho (pada saat itu KYU II/sabuk biru) untuk mencari jalan keluar agar ekstra kurikuler Jujitsu tetap eksis. Berbekal ijin dari pelatih Sabdo Sahono (DAN II), pada pertengahan bulan Juli 1997 Dino Rimantho membuat proposal pengajuan kegiatan ekstra kurikuler di SMA dan SMP GEMA 45 Surabaya. Dasar pertimbangan untuk mengajukan proposal itu selain untuk mengembalikan kondisi peserta latihan, juga karena lokasi dari SMA dan SMP GEMA 45 Surabaya masih berada dalam satu komplek. Yaitu komplek Gedung Juang DHD 45 Jawa Timur dan masih dalam naungan Yayasan yang sama.
Faktor kedekatan tidak hanya berdasarkan lokasi, tetapi juga kedekatan emosional. Karena pada saat itu yang menjadi Kepala Sekolah SMP GEMA 45 Surabaya (Drs. Margana) adalah mantan guru Dino Rimantho di salah satu sekolah SMP Negeri di Surabaya Utara yang semakin memudahkan proses pengajuan kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Sebagai konsekuensi tanggung jawabnya maka pada bulan Oktober 1997, muncul Surat Keputusan pengangkatan saudara Dino Rimantho sebagai Guru Pembina Ekstra Kurikuler Ju-jitsu di lingkungan SMA dan SMP GEMA 45 Surabaya.
Dari hasil penjaringan murid pada saat MOS, dimana pada saat itu tidak menggunakan Demo peragaan atau menyajikan materi di depan murid-murid baru, hanya menggunakan beberapa poster yang dipasang di beberapa lokasi papan pengumuman sekolah. Sebagai hasilnya dari SMA GEMA 45 Surabaya diperoleh siswa/siswi sebanyak 25 orang (Faisal Rully, Sherly, Sangaji, Diendy, Khoirul dkk.) sedangkan dari SMP GEMA 45 diperoleh sebanyak 5 orang siswa (Shanti Emilia C., Sigit Nathanael dkk. Inilah angkatan pertama sebagai cikal bakal penerus generasi mahasiswa yang kurang aktif. Pada beberapa tahun berikutnya animo siswa/siswi yang mengikuti ekstra kurikuler Jujitsu ini semakin bertambah seiring dengan peningkatan prestasi di berbagai kejuaraan. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi mahasiswa yang mengikuti kegiatan ekstra kurikuler ini justru semakin menurun dan hampir tidak ada mahasiswa yang mengikuti, walaupun berbagai upaya dilakukan untuk menarik mahasiswa agar mengikuti kegiatan ekstra kurikuler Jujitsu tersebut.
Ketidaktersediaan fasilitas yang memadai untuk berlatih di SMA dan SMP GEMA 45 Surabaya (matras, sansak dan lain-lain0 mendorong Dino Rimantho mengajak dan membawa murid-murid dari kedua sekolah tersebut untuk berlatih di Universitas 45 Surabaya. Hal ini memberikan dampak positif bagi perkembangan kegiatan ekstra kurikuler Jujitsu di Universitas 45 Surabaya, baik dari sisi peserta latihan dan dari sisi prestasi di kejuaraan pada level apapun. Hal ini karena secara kuantitas dan kualitas siswa/siswi SMA dan SMP GEMA 45 Surabaya mampu bersaing dengan mahasiswa dan dalam berbagai event kejuaraan membawa nama Universitas 45 Surabaya sebagai peringkat terbaik sekalipun mereka bukan Mahasiswa Universitas 45 Surabaya.
Pada tahun 2001, kegiatan ekstra kurikuler ju-jitsu di SMA GEMA 45 Surabaya di bekukan oleh pihak sekolah tanpa adanya penjelasan. Akan tetapi masih banyak siswa/siswi dari SMA GEMA yang berlatih Ju-jitsu sekalipun sudah tidak ada kegiatan ekstra kurikulernya.
Sebagai gantinya, Dino Rimantho mengajukan proposal pengajuan ekstra kurikuler di SMA Kartika V-3 (Persit)Surabaya dan SMK GEMA 45 Surabaya. Kedua sekolah ini juga mengalami pasang surut dalam latihannya dan hanya dapat bertahan selama 5 (lima) tahun karena menurunnya jumlah peserta didik.
Keberadaan siswa/siswi SMA dan SMP GEMA 45 Surabaya yang berlatih di Universitas 45 Surabaya pada awalnya tidak menemui permasalahan yang dianggap serius. Tetapi pada perjalanannya sekitar tahun 2007-2009, timbul permasalahan yang dianggap dapat mempengaruhi mental psikologi anak-anak SMP GEMA 45 yang masih berlatih di Universitas 45 Surabaya. Berbagai upaya dilakukan untuk dapat mencari solusi agar permasalahan tersebut tidak menimbulkan gesekan, akan tetapi hal yang ditakutkan benar-benar terjadi bahwa secara psikologi anak-anak SMP GEMA 45 Surabaya tertekan secara mental psikologi. Karena adanya permintaan dari Orang Tua/Wali Murid SMP GEMA 45 Surabaya, maka diadakan pertemuan untuk membahas upaya penyelesaian masalah tersebut. Sebagai solusi dari semua orang tua yang hadir menyarankan untuk memisahkan diri dari Universitas 45 Surabaya.
Pada tahun2009, Dino Rimantho memindahkan tempat latihan yang sebelumnya di Universitas 45 Surabaya ke SMP GEMA 45 Surabaya. Alasan pemindahan ini bukan hanya didasarkan pada lokasi latihan tetapi juga karena beberapa alas an lainnya seperti sudah tidak adanya mahasiwa yang mengikuti kegiatan Jujitsu, keinginan orang tua/wali murid untuk memisahkan diri dan menjadi Dojo tersendiri dengan nama yang berbeda. Keputusan ini merupakan keputusan tersulit yang harus diambil, tetapi mengingat masa depan murid-murid Jujitsu adalah lebih penting yang harus dipertahankan. Maka pada tanggal 20 November 2011 secara resmi Dino Rimantho membuat nama baru untuk Dojo SMP GEMA 45 Surabaya dengan nama DOJO DRAGON FIRE Surabaya.
Pendirian Dojo Dragon Fire Surabaya ini di dasarkan pada beberapa faktor antara lain, membina dan mengembangkan bakat peserta didik untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Disamping itu sesuai dengan UUD 1945 bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar dalam bidang apa saja. Lebih jauh, pendirian Dojo Dragon Fire didasarkan pula pada Undang-undang sistem keolahragaan nasional, dimana setiap orang berhak untuk melakukan kegiatan dan memilih kegiatan olah raga sesuai dengan bakat dan minatnya. Berdasarkan hal tersebut, pendirian Dojo Dragon Fire tidak bertujuan semata-mata untuk meningkatkan prestasi peserta didik, tetapi lebih didasarkan pada pembinaan mental peserta didik untuk menjadi pribadi yang lebih baik.